Karkata, Kekatu, hingga Kagak Tau

image Catatan orang Eropa pertama tentang Krakatau terdapat dalam peta yang dibuat Lucas Janszoon Waghenaer tahun 1584. Dia menulis dalam peta itu Pulo Cartcata untuk menunjuk pulau gunung api di selatan Sunda. Sejak itu, nama Krakatau muncul dalam catatan pelaut Eropa dalam berbagai variasi nama, di antaranya Rakata, Krakatoa, Krakatoe, atau Krakatao.

Suryadi (2009) menyebutkan, setidaknya ada tiga versi asal mula nama Krakatau. Pertama dari bahasa Sanskerta, karkataka, karkata, atau karka, yang artinya 'kepiting' atau 'lobster'. Kedua, penamaan itu diambil dari bunyi mirip suara beo putih yang pernah menghuni daerah itu. Ketiga, dari kosakata bahasa Melayu, kelakatu, yang berarti 'semut bersayap putih'.

Selain itu, menurut Suryadi, ada juga cerita yang menyatakan tentang nama pulau itu muncul akibat sebuah kekeliruan berbahasa. Disebutkan bahwa ketika seorang kapten kapal bertanya kepada penduduk asli tentang nama pulau gunung api, yang disebut belakangan menjawab kagak tau, yaitu jargon dalam bahasa Betawi yang berarti 'saya tidak tahu'.

Pujangga Jawa, Ronggowarsito (1869) dalam Kitab Raja Purwa menyebut Gunung Krakatau sebagai Gunung Kapi. Buku ini merupakan yang tertua yang dibuat pribumi tentang Gunung Krakatau.

Simon Winchester (2003) dengan jitu menulis, penyebutan nama geografis memang menjadi masalah besar bagi Indonesia yang pernah menderita akibat beban penjajahan dari banyak bangsa. Tempat yang sama bisa mendapat nama sampai tiga kali, atau bahkan lebih. Pertama nama pribumi, kemudian nama yang diberikan oleh penjajah (bisa berbeda nama dari Portugis, Inggris, hingga Belanda—hanya Jepang yang pelit memberi nama), kemudian nama pengganti di zaman pascakolonial.

Pulau-pulau yang berada di kompleks Krakatau ini juga menunjukkan kompleksitas ini. Panjang—nama pribumi atau purba—menjadi Pulau Lang oleh Belanda, kemudian sekarang menjadi Rakata Kecil. Sertung menjadi Verlaten (bahasa Belanda, artinya ’pulau kesepian yang ditinggalkan penghuninya’), dan sekarang kembali menjadi Sertung.(Tim Penulis: Ahmad Arif, Indira Permanasari, Yulvianus Harjono, C Anto Saptowalyono. Litbang: Rustiono) KOMPAS.com

0 Response to "Karkata, Kekatu, hingga Kagak Tau"

Post a Comment

DITUNGGU KOMENTARNYA